KOMUNIKASI POLITIK DAN SISTEM POLITIK
A. Sistem politik
Konsep sistem politik menurut Almond dan
Powell (1966), menunjuk kepada seluruh lingkup aktivitas politik dalam
masyarakat. Sistem politik pada setiap masyarakat berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan hidup di bidang politik. Sistem politik adalah sistem dari
interaksi-interaksi yang terdapat di semua masyarakat yang merdeka, yang
melaksankan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi (baik internal maupun eksternal),
dengan cara (ancaman untuk) menggunakan kurang lebih paksaan fisik.
Istilah paksaan fisik dimaksudkan
sebagai pembeda antara sistem politik dari sitem yang lain, karena hanya dengan
merumuskan definisi yang spesifik seperti itu baru dapat dilakukan pembedaan,
meskipun tidak dimaksudkan untuk merendahkan derajat politik menjadi kekuatan.
Kecuali itu, sebenarnya kekuatan yang legitimate (abash) merupakan benang
penjalin di sekujur input dan output sistem politik, dengan
memberikan kualitas yang khusus dan penting (salience) dan pertalian (coherence)
sebagai suatu sistem. Sebutan sistem dimaksudkan untuk mencirikan
interaksi-interaksi tersebut yang ditandai oleh beberapa karakteristik, yaitu:
- Kekomprehensifan. Sistem politik mencakup segala interaksi –baik masukan-masukan maupun keluaran-keluaran yang mempengaruhi penggunaan (atau ancaman penggunaan paksaan fisik) yang disebut tadi. Lebih lanjut, sistem iini tidak hanya mencakup struktur-struktur yang berdasarkan hokum seperti parlemen, eksekutif, birokrasi, pengadilan, atau Cuma unit-unit formal dan/atau hanya terorganisir seperti partai, kelompok kepentingan dan media komunikasi, tapi seluruh struktur yang dapat diperbedakan seperti kekerabatan, batas usia, kelompok status dan kasta sekaligus fenomena anomic seperti kerusuhan, huru hara, demontrasi jalanan, dan sebagainya.
- Interdependensi. Ciri interdependensi berati jika terjadi suatu perubahan pada salah satu sub-set dari interaksi, maka akan menyebabkan perubahan pula pada semua sub-set yang lain (misalnya karakteristik sistem kepartaian, fungsi parlemen, kabinet, dan seterusnya). Dengan perkataan lain, sub-sistem – sub-sistem sistem politik saling bergantungan, berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
- Adanya batas. Pada suatu sistem politik terdapat titik tertentu yang menandai berakhirnya sistem yang lain, dan bermulanya sistem politik. Di samping itu sistem politik juga merupakan sistem pemeliharaan ketertiban dan transformasi yang sah di dalam suatu masyarakat.
Dalam bahasa
yang berbeda, Easton (dalam Nasution 1988) meyakini bahwa Suatu sistem politik
memiliki beberapa atribut utama sebagai berikut:
- Unsur-unsur identifikasi yang terdiri dari:
1.
unit-unit suatu sistem politik;
2. batas.
- Masukan (input) dan keluaran (output).
- Diferensiasi di kalangan suatu sistem.
- Integrasi suatu sistem.
B. Komunikasi politik dalam sistem
politik
Semua fungsi yang ditampilkan oleh suatu
sistem politik -yakni: sosialisasi dan rekrutmen politik, artikulasi dan
agregasi kepentingan, pembuatan dan penerapan serta penghakiman atas
pelaksanaan peraturan- dilaksanakan melalui sarana komunikasi. Lewat komunikasi
misalnya, para orang tua, guru, pemuka agama, menanamkan sosialisasi politik.
Para pemimpin kelompok kepentingan, wakil-wakil serta pemimpin partai melaksanakan
fungsi-fungsi artikulasi dan agregasi politik mereka dengan mengkomunikasikan
tuntutan dan rekomendasi untuk menjadi kebijakan pemerintah. Begitu pula para
anggota legislative melaksanakan tugas pembuatan undang-undang, tentunya
mendasarkan diri kepada informasi yang diberikan kepada mereka dan yang saling
dikomunikasikan di antara mereka sendiri dan dengan unsure-unsur lain dalam
sistem politik. Para birokrat memperoleh dan menganlisis informasi dari
masyarakat dan dari berbagai bagian pemerintah sendiri. Sama dengan itu, proses
penegakan hokum pun dilaksanakan dengan menggunakan sarana komunikasi.
Arus komunikasi politik memang melintasi
semua fungsi yang terdapat pada suatu sistem politik. Menurut Almond (1960),
pemisahan fungsi komunikasi di samping fungsi lain pada suatu sistem politik
bukanlah merupakan sesuatu yang unik pada sistem politik yang modern saja.
Dalam sistem-sistem politik non-modern juga terdapat fungsi yang sama, seperti
penabuh gendering dan pelari (dalam sistem pemerintahan yang primitif), penyeru
yang berteriak-teriak di kota, yang memperlihatkan fungsi komunikasi politik
sebagai fungsi tersendiri. Lagi pula, andai kata fungsi komunikasi tidak
ditersendirikan dari fungsi-fungsi lain, kita akan kehilangan suatu alat yang
essensial yang diperlukan untuk membedakan antar sistem politik dan untuk
mencirikan penampilan dari sistem-sistem tersebut.
Almond (1960) mengusulkan suatu
pembahasan komparatif atas penampilan komunikasi di berbagai sistem politik
yang beragam. Penampilan fungsi komunkasi itu dapat diperbandingkan menurut
struktur-struktur penampilannya, gaya penampilan itu sendiri. Semua struktur
politik – badan pemerintahan, partai, kelompok kepentingan, media komunikasi-
dan semua struktur sosial seperti keluarga, kelompok kekerabatan dan usia, klas
dan status, etnis, kasta, dapat terlibat dalam penampilan fungsi komunikasi
yang dimaksud.
Yang membedakan suatu sistem politik
modern dan tradisonal adlah kenyataan bahwa dalam sistem dalam sistem yang
modern, struktur-struktur komunikasi yang telah terspesialisasi dan ekspresi.
Sedangkan pesan yang spesifik adalah statemen dari tidak terspesialisasi atau
hamya bersifat sebentar-bentar.
Perbandingan berikutnya, menurut Almond,
adalah menurut cara-cara pengkombinasian gaya komunikasi pada sistem-sistem
politik yang bersangkutan. Ia berpendapat bahwa gaya komunikasi dapat dibedakan
atas, apakah itu bersifat dinyatakan (manifest) atau laten, spesifik atau
melebar, partikularistik atau generalistik, afektif netral, atau afektif
non-netral.
Dalam memperbandingkan penampilan fungsi
komunikasi pada sistem-sistem politik, dapat diterapkan empat criteria, yaitu:
- Homogenitas informasi politik
- Mobilitas informasi
- Volume informasi
- Arah arus informasi.
Yang dimaksud sebagai homogenitas informasi politik
adalah suatu perumusan informasi politik yang mempunyai suatu cara yang
standar, sehingga semua pihak dapat memahaminya tanpa mengalami kesulitan. Pada
suatu sistem politik yang modern, keragaman isi dan bentuk pesan-pesan yang ada
menemukan cara yang begitu rupa agar semua pihak tidak menghadapi kesulitan
untuk menafsirkannya. Dalam pada itu, eksisitensi media komunikasi yang otonom
dan terspesialisasi dan dengan kemampuan penetrasi ke seluruh pemerintah, tidak
berarti menghapuskan pesan-pesan yang latin, menyebar, partikularistik, dan
afektif, melainkan cenderung untuk memberikan kesempatan bagi pesan-pesan
semacam itu untuk dirumuskan dalam bahasa politik yang manifers, spesifik,
umum, dan instrumental.
Penemuan penelitian tentang peran dan fungsi pemimpin
opini juga menunjang konsep di atas, karena penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan bahwa suatu sistem politik modern tidaklah dengan sendirinya
menghapuskan eksistensi komunikasi esoteric, melainkan menampungnya melalui
suatu sistem penerjemahan yang tersebar luas, yang cenderung menembus sel-sel
komunikasi primer dan menyambungkannya dengan media komunikasi sekunder.
Kontras dengan
yang disebut di atas, dalam sistem politk transisional. Pesan-pesan yang
beredar dalam jaringan komunikasi bersifat heterogen dalam arti tidak mempunyai
standar tertentu yang diakui dan dimengerti oleh semua pihak. Di daerah
perkotaan misalnya, sebagai kawasan yang relatif agak modern, didapati media
komunkasi yang terspesialisasi, namunn cenderung menjadi organ partai atau
kelompok kepentingan. Bahkan di kota juga, di kalangan unsure-unsur populasi
yang buta huruf dan yang tidak berpendidikan, dampak media komunikasi yang
terspesialisasi cenderung terbatas.
Sekalipun pada
hakekatnya peranan opini leader baik di masyarakat modern maupun tradisional
adalah sama, namun dalam hubungan dengan komunikasi politik, menurut Almond
terdapat perbedaan dalam beberapa hal. Fungsi penerjemah (salah satu fungsi
pemimpin opini yang penting bagi para pengikutnya) di kalangan populasi kota
yang disebut tadi, menjadi sulit dibandingkan dengan yang berlangsung pada
sistem komunikasi politik dalam sistem yang sudah modern, seperti pada
masyarakat Barat. Sebagai pembanding, misalnya, para pemimpin opini di
m,asyarakat Amerika Serikat mendapatkan informasi dari media massa dan
menerjemahkannya bagi para pengikut opininya. Pemimpin opini tersebut cenderung
untuk berbicara dalam bahasa yang sama, memiliki nilai-nilai yang sma, serta
mempunyai peta kognitif yang mirip dengan yang dianut oleh media massa.
Tidak demikian
halnya dengan masyarakat yang masih transisional, atau yang belum modern. Di
sini para politisi dan pemimpin opini masih hares menghadapi jurang yang lebih
luas di antara isi informasi politik yang beredar di kalangan masyarakat yang termasuk
sector modern ang ada di kota, dengan masyarakat di sector masih buta huruf dan
trasisional. Jurang itu pada dasarnya bersifat cultural, dan dapat meliputi
bahasa dalam arti yang spesifik, dan perbedaan peta kognitif yang mencolok,
baik dalam pengertian jumlah maupun kespesifikan informasi, dan dalam rentangan
objek-objek politik yang dicakupnya. Hal yang sama terjadi pula antara kota dan
desa, sehingga problem penerjemahan yang disebut tadi menjadi lebih sukar.
Mobilitas
informasi pada sistem politik Barat menunjukkan bahwa informasi yang netral
mengalir dengan bebasnya ke seluruh wilayah pemerintahan, dari para pemrakarsa
informasi ke media komunikasi sekunder yang netral dan terus ke
pembuluh-pembuluh komunikasi yang primer. Sedangkan dalam sistem transisional,
informasi yang beredar secara relatif bebas hanya di kotra, namun tidak pernah
sepenuhnya dapat menembus ke jaringan yang menyebar dan tidak dapat dibedakan
dengan yang terdapat di kawasan tradisional. Hambatan bagi mobilitas informasi
pada sistem yang belum modern ini, terjadi baik pada proses input maupun output
dari nsistem politik yang bersangkutan.
Pada sistem
politik yang modern, volume informasi politik yang mengalir amat lebih besar
ketimbang yang terdapat di sistem politik transisional. Sistem politik modern
merupakan sistem yang beragam dan otonom, menciptakan informasi politik dengan
menyodorkan komunikasi hal-hal yang tadinya tertutup ke suatu keterbukaan, dan
dengan menjadikan informasi yang laten menjadi manifes. Mobilitas informasi
yang begitu deras itu seterusnya menciptakan diskusi-diskusi politik yang hidup
dan controversial di kalangan para pemeran politik yang sedang berkuasa. Dengan
begitu sejumlah besar informasi dipompakan secara cepat ke seluruh lapisan
pemerintahan. Asimilasi informasi pun berlangsung dengan cepat dan kalkulasi
keadaan dapat di buat dalam waktu relatif cepat serta akurat.
Pada pihak lain,
dalam sistem transisional, volume informasi yang beredar di antara anggota
masyarakat tidak merata. Banyak informasi politik yang tetap tertutup dan
laten, sehingga berakibat sulitnya membuat perkiraan politik secara cepat dan
akurat.
Mengenai arus
informasi, dalam sistem yang transisional, ternyata pesan-pesan yang berasal
dari struktur-struktur pemerintahan yang otoritatif cenderung untuk sangat
besar disbanding masukan (input) pesan-pesan yang dating dari masyarakat. Di
samping itu, dalam sistem semacam ini, pemerintah selain menggunakan media
massa yang ada, juga beroperasi melalui medianya sendiri. Padahal dapat dipastiukan
dengan kondisi semacam ini, pesan-pesan pemerintah tidak dapat disampaikan
dengan akurat kepada orang-orang yang masih menjadi anggota suku dalam
tertentu, dan orang-orang desa. Mereka mungkin saja mendengar pesan itu melalui
media massa yang ada, tapi tidak dapat mencatat pengertiannya dengan persis,
sekalipun secara fisik pesan tersebut memang sampai. Sedang dala hal masukan
kepada pemerintah, banyak informasi penting yang menyangkut kebutuhan dasar dan
sekunder yang sebenarnya dirasakan oleh masyarakat namun tidak pernah
diungkapkan, dan dengan demikian tidak dapat sepenuhnya menjadi pertimbangan
unsure-unsur lain yang ada dalam sistem politik tersebut.
Perbandingan
antar fungsi komunikasi pada sistem politik modern dengan tradisional, cukup
untuk menunjukkan betapa pentingnya fungsi komunikasi dalam operasi dan
kohesi(kesatuan dan keutuhan) dari suatu sistem politik.
0 komentar:
Posting Komentar